Nama : ANISA MARYATI
NPM : 10210874
4ea13
Kasus Hak Pekerja :
Lima pekerja di salah satu perusahaan
transportasi di Pasuruan diberhentikan/ di-PHK karena bergabung dengan Serikat
Pekerja. Perusahaan PO.X memiliki beberapa divisi, diantaranya adalah divisi
bengkel dan divisi kru bis. Serikat Pekerja divisi bengkel telah berhasil
menuntut hak mereka yaitu mengenai upah, upah yang diberikan sebelumnya Rp.
25.000/hari padahal Upah Minimum Kabupaten sebesar Rp. 40.000/hari dan biaya
Jamsostek yang 100% dibebankan kepada pekerja. Sekarang divisi bengkel telah
menikmati upah yang sesuai dengan UMK dan memiliki Jamsostek yang dibayarkan
oleh perusahaan.
Mengikuti kesuksesan divisi bengkel
dalam menuntut hak kerja mereka, para pekerja di divisi kru bis pun mulai
bergabung dengan Serikat Pekerja. Pekerja divisi kru bis banyak mengalami
pelanggaran hak-hak pekerja, diantaranya adalah pembagian upah yang menganut
sistem bagi hasil. Perhitungannya sistem bagi hasil tersebut adalah :
Supir : 14% dari pendapatan bersih
per hari
Kondektur : 8% dari pendapatan bersih
per hari
Kenek : 6% dari pendapatan bersih per
hari
Apabila pekerja tidak masuk kerja
akan dikenakan denda sebanyak Rp. 500.000/hari kecuali tidak masuk kerja karena
sakit. Tunjangan Hari Raya pun tidak pernah diberikan kepada pekerja. Masalah
lain adalah mengenai tidak diberikannya fasilitas jamsostek, sehingga apabila
terjadi kecelakaan kerja (kecelakaan bus), pekerja harus menanggung sendiri
biayanya.
Akan tetapi, perjuangan divisi kru
bis lebih berat dibanding divisi bengkel karena perusahaan sudah semakin pintar
dalam berkelit. Mereka tidak mempunyai Perjanjian Kerja Bersama (PKB), semua
perintah dan peraturan dikemukakan secara lisan sehingga pekerja tidak memiliki
bukti tertulis yang bisa dijadikan senjata untuk melawan perusahaan seperti
halnya yang dilakukan pekerja di divisi bengkel sebelumnya.
Kasus tersebut telah dilaporkan ke
Dinas Tenaga Kerja setempat, diputuskanlah bahwa kelima orang pekerja tersebut
akan mendapat pesangon dan kasusnya akan dibawa ke Pengadilan.
ANALISIS
Berdasarkan contoh kasus tersebut di
atas, dapat disimpulkan telah terjadi berbagai pelanggaran dalam hak-hak
pekerja seperti misalnya (a) hak atas pekerjaan dan upah yang adil seperti
pembagian upah yang menganut sistem bagi hasil yang tidak proporsional, adanya
pemotongan (denda) sebanyak Rp. 500.000/hari bagi pekerja (divisi kru bis)
kecuali tidak masuk kerja karena sakit, THR tidak pernah diberikan kepada
pekerja, (b) hak atas perlindungan keamanan dan kesehatan seperti tidak
diberikannya fasilitas jamsostek, sehingga apabila terjadi kecelakaan kerja
(kecelakaan bus), pekerja harus menanggung sendiri biayanya.(c) hak atas
berserikat dan berkumpul, karena ketika para divisi kru bis mulai bergabung
dengan serikat pekerja dan mengikuti jejak divisi bengkel untuk menuntut hak
kerja mereka, justru mereka dilaporkan ke Dinas Tenaga Kerja setempat dan diputuskanlah
bahwa kelima orang yg tergabung dalam serikat pekerja tersebut mendapat
pesangon dikarenakan perusahaan semakin pintar dalam berkelit dan semua
perintah dan peraturan dikemukan secara lisan sehingga para pekerja tidak
memiliki bukti tertulis yang bisa dijadikan senjata untuk melawan perusahaan
tersebut.
·
Kasus iklan yang tidak etis:
Pada rapatnya di bulan November 2011,
Badan Pengawas Periklanan (BPP) P3I telah menemukan satu kasus iklan
Traditional Chinese Medication (TCM) yaitu iklan Cang Jiang Clinic. BPP P3I
saat itu menilai bahwa iklan tersebut berpotensi melanggar Etika Pariwara
Indonesia, khususnya terkait dengan: Bab III.A. No.2.10.3. (tentang
Klinik, Poliklinik dan Rumah Sakit) yang berbunyi: “Klinik, poliklinik, atau rumah
sakit tidak boleh mengiklankan promosi penjualan dalam bentuk apa pun” dan Bab
III.A. No.1.17.2. (tentang Kesaksian Konsumen) yang berbunyi: “Kesaksian
konsumen harus merupakan kejadian yang benar-benar dialami, tanpa maksud untuk
melebih-lebihkannya”.
Pada iklan Cang Jiang Clinic tersebut
ditampilkan pemberian diskon (30%) bagi pembelian obat serta ditampilkan pula
beberapa kesaksian konsumen mereka yang sangat tendensius melebih-lebihkan
kemampuan klinik tersebut serta bersifat sangat provokatif yang cenderung
menjatuhkan kredibilitas pengobatan konvensional.
Untuk memastikan adanya pelanggaran
tersebut, maka BPP P3I telah mengirimkan surat kepada Persatuan Rumah-Sakit
Indonesia (PERSI) dan mendapatkan jawaban bahwa PERSI sependapat dengan BPP P3I
sehingga pada bulan Maret 2012, BPP P3I telah mengirimkan surat himbauan kepada
KPI untuk menghentikan penayangan iklan tersebut.
Masalah Cang Jiang Clinic ini belum
tuntas, ketika lalu muncul iklan Tong Fang Clinic yang jauh lebih gencar (dan
ditayangkan di lebih banyak stasiun televisi dan dengan frekuensi yang jauh
lebih sering). Isi pesan iklannya sangat mirip dengan iklan Cang Jiang
Clinic. BPP P3I kemudian melayangkan surat himbauan yang senada kepada KPI pada
bulan Juli 2012.
Sepanjang bulan Juli 2012, iklan Tong
Fang Clinic ternyata sangat ramai menjadi pergunjingan masyarakat umum; baik
melalui media-media sosial maupun pengiriman SMS dan Blackberry Messenger.
Bahkan, kata kunci “Tong Fang” sempat menjadi topik yang paling sering disebut
(‘trending topic’) di twitter, bukan saja di area Indonesia, tapi di seluruh
dunia (lintas.me, 6 Agustus 2012).
Dari sudut ilmu komunikasi, bisa saja
orang lalu menilai bahwa klinik tersebut telah mendapatkan tingkat ‘awareness’
yang sangat tinggi. Hal tersebut memang tidaklah dapat dibantah. Jutaan kicaun
masyarakat tersebar di berbagai jenis media terkait dengan iklan klinik
tersebut. Tapi, mari kita coba lihat isi dari beberapa kicauan tersebut
(dikutip dari beberapa posting di twitter).
> Dulu muka saya ada jerawat satu,
seteleh ke klinik Tong Fang muka saya jd bnyak
jerawat.Trimakasih TongFang
> Dulu pacar saya di rebut orang,
namun setelah saya ke klinik TongFang sekarang saya jd rebutan pacar orang,
terima kasih TongFang
> Dulu saya Raja Dangdut, setelah
ke Klinik Tong Fang kini saya jadi Raja Singa. Terima
Kasih Tong Fang
> Dulu saya dipanggil anak
SINGKONG. Setelah Konsul ke Klinik Tong Fang skrg saya dipanggil anak KINGKONG.
TerimaKasih TongFang
> Dulu Kakak PEREMPUAN sy slalu
telat ke KAMPUS, setelah 5 kali ke Klinik Tong Fang skarang Kakak sy TELAT
3 bulan, Trims Tong Fang
> Sudah 3thn sy menderita SAKIT
kepala sebelah. Setelah sy berobat ke klinik Tong Fang, kini kepala saya
TINGGAL sebelah.TerimaKasih TongFang
> Dulu saya bau KAKI, setelah 3X
ke Klinik Tong Fang, sekarang klinik mereka BAU kaki saya. Mohon Maaf Tong Fang
MATA sya slalu MERAH krn sring naek
mtor, smnjak ke klinik TongFang MOTOR sya HILANG jd mata sya sdh tdk merah
lgi.Thx TongFang
> Dlu saya tdk
tau tong fang,stelah bnyk BM tong fang, BB saya semakin
menjadi sampah
Di twitter juga muncul banyak akun
baru yang sekedar bertujuan untuk mengakomodasi lelucon tentang “Tong Fang”.
Misalnya: akun @KlinikTongfang dengan 15.218 pengikut dan @KliinikTongFang
dengan 61,091 pengikut (data pengikut/’follower’ terhitung tanggal 9 Agustus
2012) serta banyak akun lainnya. Padahal akun-akun itu usianya belum lebih dari
2 bulan.
Apakah kicauan masyarakat tersebut
sebenarnya hanya sekedar ‘iseng’ dan semacam jadi ‘lomba kreatifitas’ mereka
saja? Saya sangat percaya bahwa bukan itu permasalahannya.
Tidak perlu menjadi seorang pakar
komunikasi untuk memahami bahwa dibalik lelucon-lelucon yang dikreasikan oleh
berbagai kalangan masyarakat, ada satu pesan penting yang ingin disampaikan
oleh masyarakat terhadap iklan Tong Fang Clinic: IKLAN ITU SENDIRI ADALAH SATU
LELUCON BESAR!!
Suatu iklan (dari produk apapun
juga), pastilah mengandung unsur JANJI dari si pengiklan kepada khalayak yang
disasarnya. Sungguh sangat disayangkan bahwa ternyata janji yang ditawarkan
oleh iklan Tong Fang Clinic dinilai tidak lebih dari sekedar lelucon! Dan,
tidak perlu berpikir terlalu mendalam untuk memahami bahwa dibalik ‘lelucon’
yang ada dalam iklan tersebut, masyarakat menilai ada KEBOHONGAN BESAR.
Dalam konteks ini, tingkat ‘awareness’
yang tinggi dari iklan Tong Fang Clinic sebenarnya malah memberikan dampak yang
sangat negatif terhadap citra dari klinik itu sendiri. Cukup mengherankan bahwa
pihak klinik Tong Fang tidak segera melakukan koreksi, bahkan terkesan
‘santai-santai’ saja (baca Merdeka.com, 9 Agustus 2012 08:06:00: “Diolok-olok
di Twitter, ini jawaban klinik Tong Fang”). Beberapa pemilik akun twitter
bahkan sudah ada yang sampai tingkat ‘marah’ karena mereka sangat memahami
bahwa olok-olokan tersebut sangat menjatuhkan citra klinik Tong Fang. Dan lebih
parahnya, dapat dengan sangat mudah diprediksi, citra ini akan merembet kepada
seluruh klinik tradisional Cina (TCM).
Tekanan terhadap kasus di atas tidak
saja datang dari masyarakat. Pemerintahpun akhirnya harus turun tangan..
Misalnya: Merdeka.com pada 9 Agustus 2012 06:47:00 mengangkat artikel “Dinas
Kesehatan DKI larang iklan Klinik Tong Fang” dan Okezone.com pada 8 Agustus
2012 23:46 mengangkat artikel “DPR Soroti Praktik Klinik Tong Fang”.
Bila saat ini masyarakat (dan
pemerintah) jadi tidak percaya kepada iklan klinik Tong Fang, siapakah yang
akan dirugikan? Pertama-tama mungkin memang hanya akan berdampak pada klinik
Tong Fang dan TCM lainnya. Tapi, dampak ini bila sampai tidak diatasi dengan
segera, akan membuat industri klinik tradisional Cina tidak dapat
berkembang, akibatnya mereka tidak lagi bisa beriklan. Di titik ini, media
massa akan merasakan dampaknya pula.
Sangat disayangkan bahwa media-massa
(khususnya televisi) mengabaikan himbauan dan teguran yang telah disampaikan
oleh KPI untuk menghentikan iklan-iklan TCM yang provokatif tersebut sejak
April 2012 (lihat www.kpi.go.id pada menu Imbauan, Peringatan dan
Sanksi). Stasiun TV hanya berpikir jangka-pendek mengeruk dana iklan
secepat-cepatnya padahal bila iklan tersebut justru akan ‘mematikan’
pengiklannya, maka stasiun TV akan kehilangan pendapatan di masa depannya.
Secara tidak langsung, keprihatinan
masyarakat atas kasus ini seharusnya menjadi keprihatinan untuk seluruh
kalangan periklanan dan komunikasi pemasaran pada umumnya juga. Kasus ini
menambah panjang daftar materi komunikasi (iklan) yang dinilai “bohong” oleh
masyarakat umum. Citra materi komunikasi (iklan) tercemar dengan adanya kasus
ini.
Kitab Etika Pariwara Indonesia (dapat
bebas diunduh di www.p3i-pusat.com/epi) dengan tegas telah mencantumkan 3
asas penting dalam membuat karya iklan; yaitu:
Iklan dan pelaku periklanan harus :
Jujur, benar, dan bertanggungjawab.
Bersaing secara sehat.
Melindungi dan menghargai khalayak,
tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan golongan, serta tidak
bertentangan dengan hukum yang berlaku.
Tujuan dari penetapan asas tersebut
adalah untuk melindungan industri periklanan agar tetap dapat dipercaya oleh
konsumen/masyarakat. Iklan bukanlah ‘barang haram’. Iklan dapat memberikan banyak
keuntungan bagi masyarakat bila ia disampaikan dengan isi dan cara yang etis.
Banyak pihak menyatakan bahwa
tidaklah mudah membangun citra yang positif dari suatu produk/merek. Butuh
tahunan, bahkan puluhan tahun untuk membangun suatu merek agar dapat diterima
dengan positif oleh konsumen. Dan sekali citra tersebut terkoyak, akan jauh
lebih sukar lagi untuk mengangkatnya kembali. Bahkan, cukup satu kasus
sederhana untuk ‘mematikan’ satu merek.
Seluruh komponen yang terkait dengan
materi promosi/periklanan sepantasnya mendukung sepenuhnya penegakkan etika
periklanan di Indonesia demi menjaga agar industri ini tetap dipercaya oleh
masyarakat. Tanggung-jawab penegakkan etika ini bukanlah sekedar berada di
tangan produsen/pengiklan dan biro-iklan/promosi mereka saja. Rumah produksi
iklan dan media-massa juga berkewajiban mendukungnya. Rumah produksi dan
media-massa harus ikut bertanggung-jawab bila mereka membuat dan menayangkan
suatu produk iklan/promosi yang tidak etis.
Kasus ini seharusnya menjadi keprihatinan
dari seluruh khalayak pemerhati komunikasi pemasaran. Masyarakat kita
yang sangat majemuk sudah semakin pandai menilai etis atau tidaknya suatu pesan
pemasaran. Sudah bukan jamannya lagi mempromosikan segala sesuatu sebagai
“kecap nomor 1”. Herannya, sampai dengan saat ini, masih ada iklan Tay Shan
TCM!!
·
Kasus Etika pasar bebas:
Salah satu kasus yang terjadi antar
anggota WTO kasus antara Korea dan Indonesia, dimana Korea menuduh Indonesia
melakukan dumping woodfree copy paper ke Korsel sehingga Indonesia mengalami
kerugian yang cukup besar. Tuduhan tersebut menyebabkan Pemerintah Korsel
mengenakan bea masuk anti dumping (BMAD) sebesar 2,8 persen hingga 8,22 persen
terhitung 7 November 2003. dan akibat adanya tuduhan dumping itu ekspor produk
itu mengalami kerugian. Ekspor woodfree copy paper Indonesia ke Korsel yang
tahun 2002 mencapai 102 juta dolar AS, turun tahun 2003 menjadi 67 juta dolar.
Karenanya, Indonesia harus melakukan
yang terbaik untuk menghadapi kasus dumping ini, kasus ini bermual ketika
industri kertas Korea mengajukan petisi anti dumping terhadap 16 jenis produk
kertas Indonesia antara lain yang tergolong dalam uncoated paper and paperboard
used for writing dan printing or other grafic purpose produk kertas Indonesia
kepada Korean Trade Commision (KTC) pada tanggal 30 september 2002 dan pada 9
mei 2003, KTC mengenai Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) sementara dengan besaran
untuk PT pabrik kertas Tjiwi Kimia Tbk sebesar 51,61%, PT Pindo Deli 11,65%, PT
Indah Kiat 0,52%, April Pine dan lainnya sebesar 2,80%. Namun, pada 7 November
2003 KTC menurunkan BM anti dumping terhadap produk kertas Indonesia ke Korsel
dengan ketentuan PT Pabrik kertas Tjiwi Kimia Tbk, PT Pindo Deli dan PT Indah
Kiat diturunkan sebesar 8,22% dana untuk April Pine dan lainnya 2,80%. Dan
Indonesia mengadukan masalah ini ke WTO tanggal 4 Juni 2004 dan meminta
diadakan konsultasi bilateral, namun konsultasi yang dilakukan pada 7 Juli 2004
gagal mencapai kesepakatan.
Karenanya, Indonesia meminta
Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/DSB) Organisasi
Perdagangan Dunia (WTO) membentuk Panel dan setelah melalui proses-proses
pemeriksaan, maka DSB WTO mengabulkan dan menyetujui gugatan Indonesia terhadap
pelanggaran terhadap penentuan agreement on antidumping WTO dalam mengenakan
tindakan antidumping terhadap produk kertas Indonesia. Panel DSB menilai Korea
telah melakukan kesalahan dalam upaya membuktikan adanya praktek dumping produk
kertas dari Indonesia dan bahwa Korea telah melakukan kesalahan dalam
menentukan bahwa industri domestik Korea mengalami kerugian akibat praktek
dumping dari produk kertas Indonesia.
Kasus Whistle blowing:
Tak dapat dipungkiri dari
sosok pencuat ‘cicak-buaya’ inilah berbagai praktek mafia di jajaran yudikatif
sedikit banyak terkuak. Sebut saja skandal Century, kasus Gayus sampai ‘benalu’
di institusi kepolisian berawal dari ungkapan kontroversial sang jendral
lulusan Akademi Kepolisian 1977 ini.
Namun kegigihannya dalam
mengungkap berbagai kasus ternyata berbalik arah, banyak kolega di intitusi
internal Polri dan pihak-pihak yang merasa privasinya terganggu dan gerah
sehingga berupaya untuk menghentikan sepak terjang orang yang pernah menyandang
call sign ‘truno 3′ ini. Sebenarnya kode ini diperuntukkan kepada direktur III
Tipikor, sedangkan untuk Kabareskrim Polri kode resminya adalah “TRIBATA 5″.
Dan lebih jauh lagi seolah ada dalang yang ingin menyingkirkannya dalam kiprah
dan karirnya di kepolisian.
Mengapa sosok Susno Duadji
dianggap sebagai whistle blower ( dikonotasikan sebagai peniup
peluit/penguak/pengungkap kasus) bukan Gayus ?
Hal ini bisa dimaklumi karena beliau pernah menduduki jabatan penting dan strategis
yang berkaitan dengan penanganan kasus-kasus besar diantaranya sebagai ;
1. Kabareskrim Polri, yang
dijabatnya tgl.24 Oktober 20O8 sampai 24 November 2010.
2. Wakil kepala PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan)
3. Kapolda Jawa Barat
Dari dua jabatan pertama yang pernah disandang ini saja kita dengan logika
sederhana akan mengatakan bahwa Susno memang pemegang kunci dari berbagai
skandal besar yang terjadi di negeri ini. Dia tahu betul kronologi berbagai
kasus besar yang bisa jadi menyeret beberapa petinggi, pejabat dan pegawai
institusi yang terindikasi korup, terutama kasus Century dan jangan lupa kasus
Gayus adalah buah dari nyanyian jendral yang saat ini menjalani proses
pengadilan ini. Menurut masyarakat awam, proses penahanan beliau seperti didramatisir dan
kental sekali ‘muatan kepentingan’ untuk kelompok/oknum tertentu yang makin
mencabik-cabik buramnya hukum di negeri ini.
Contoh kecilnya adalah beliau dituduh melanggar kode etik dan disiplin internal
kepolisian serta dikaitkan dengan dugaan penyelewengan dana pilkada Jawa Barat.
Jauh amat deviasinya dari akar persoalan yang sebenarnya dan gak nyambung sama
sekali.
Pantas
saja politisi Gayus Lumbuun yang duduk di komisi III (hukum dan HAM) DPR-RI
dalam kesempatan hearing rabu, 26 Januari 2011, melontarkan pernyataan bahwa
Susno Duadji bisa dijadikan whistle blower skandal Century. Dengan begitu
diharapkan para wakil rakyat yang duduk di komisi III nantinya dapat memperoleh
data dan informasi baru dalam mengungkap skandal Century yang diduga ‘bernilai’
Rp.6,762 Trilyun itu. Meskipun sudah dibentuk pansus sampai panwas kasus
tersebut terkesan stagnan dan terlindungi ‘tangan-tangan perkasa’ sekaligus
masih tabu tersentuh hukum.
Beberapa nama seperti Robert tantular, Heshan Al Warraq dan Ali Rivzi sudah
terseret dalam kasus korupsi ’sealiran’ skandal Century ini, tetapi anehnya
dalam kasus ini sama sekali belum menyentuh pejabat dari lembaga dan instansi
yang jelas terlibat dan harusnya bertanggungjawab.
Sungguh seperti peristiwa ironis dan tragis menimpa sosok yang berani membuka
tabir kasus yang diduga melibatkan para petinggi negara itu.
sumber :